22.4.08

REACTIE: Sayembara Rp 50 Juta untuk Tangkap Aktor Utama RMS

  • Ambon - Perang terhadap gerakan sparatis Republik Maluku Selatan (RMS) terus dilakukan. Polres Pulau Ambon dan pulau-pulau Lease, menyediakan hadiah Rp 50 juta bagi mereka yang bisa menangkap gembong RMS.
  • Hanafi atau munafik ini mencoba memakai kata perang di awal beritanya untuk memberikan penekanan terhadap urgensi masalah RMS. Entah kapan si dungu ini belajar jadi jurnalis, sehingga aksentuasi perang pada awal berita dimentahkan bobotnya oleh kalimat selanjutnya tentang hadiah 50 juta bagi penangkap Simon Saiya. Kalau ini mah bukan perang nyong. Ini cerita lucu-lucuan tentang bodohnya si Kapolres.. Sepertinya Kapolres terjangkit bodohnya ale, atau sebaliknya. Kalau mau dibikin bombastis beritanya, mbok yah jangan bodohnya ente kelihatan vulgar begitu dong. Selain itu kalo koe pakai terminologi perang, mestinya ada tindakan perlawanan yang lebih kurang berimbang. Masakan koe mau beritakan bahwa Polri berperang dengan penari cakalele. Sungguh mati koe menghina koe punya institusi kepolisian. Koe musti ditempeleng sama Kapolres nyong.
  • "Siapa saja yang bisa menangkap Simon, saya kasih hadiah Rp 50 juta," tantang Kapolres, AKBP Didiek Widjanarko, kepada wartawan di Malporesm Jl dr Latumeten Prigilima Ambon, Senin (21/4/2008).
  • Quiz bodo-bodo di TV swasta Indonesia saja sudah bisa sediakan hadiah di atas 1 milyar rupiah. Ini menyangkut mati hidup seorang Simon Saiya kok cuma dikasih 50 juta rupiah. Oke, kalau beritanya mau ditafsir dari sudut lain maka seharusnya judul beritanya menjadi "KAPOLRES BERSEDIA MEMBAYAR MALU DAN BODOHNYA SEBESAR 50 JUTA RUPIAH." Bukan cuma bodohnya Kapolres, tetapi bodohnya institusi kepolisian Republik Indonesia. Ya ialah, untuk menangkap seorang Simon Saiya musti dibikin sayembara. Kutu busuk makanang tumang, koe lulus akademi kepolisian atau cuma latihan banpol mas? Lebih baik koe ambil nyiru lalu putar sambil tanya "nyiru...nyiru, dimanakah posisi Simon Saiya?" Seharusnya yang ditantang itu koe punya diri dan koe punya institusi. Kalau beta jadi Kapolri, koe sudah disepak masuk ke dasar perigi lima tempat koe punya kantor itu
  • Diketehui, sejak kasus pembentangan bendera RMS dan tarian cakalele RMS di gelas saat Harganas, aktor utama bernama Simon Saiya, oleh pihak Polda Maluku ditetapkan sebagai DPO. "Hingga kini yang bersangkutan belum ditemukan," ujar Kapolres.
  • Kembali lagi menegaskan kebodohan personal maupun institusi. Tak heran memang, bahwa kebodohan besar biasanya selalu diikuti dengan kebodohan-kebodohan kecil lainnya. Kebodohan terbesar adalah tidak terdeteksinya group penari cakalele memasuki lapangan saat itu. Kebodohan itu lalu diikuti dengan sejumlah kebodohan lain seperti sayembara inilah. KEBODOHAN YANG LATAH, begitulah istilah yang tepat untuk menggambarkannya.
  • Selain sayembara Rp. 50 juta, pihak Polres juga menyiapkan hadiah Rp 15 juta bagi pemberik informasi keberadaan Simon Saiya. "Saya harapkan kerjasama masyarakat dengan pihak kepolisian untuk menemukan sang aktor itu. Hadiah itu hanya penghargaan dan bagi pelapor kami akan merahasiakan identitasnya, " ujar Kapolres.
  • Waduh maaf pak Kapolres, sebodoh-bodohnya saya, tetap saja saya tidak akan mau berpartisipasi dalam kebodohan anda. Bagaimana mungkin saya harus menerima penghargaan karena bekerjasama dalam kedunguan seorang Kapolres. Mungkin saya akan menemuka Simon Saiya, tetapi untuk menjabat tangannya, karena ia yang tak berpangkat mampu mengungkapkan kebodohan seorang perwira menengah Polri.
  • Dari hasil pemeriksaan serta para tersangka tarian cakalele RMS di lapangan Merdeka saat Harganas berlangsung, semuanya mengarah kepada Simon Saiya, selaku aktor utamanya.
  • Sekaligus menunjukan kegagalan Polri dan mengembangkan kebodohan Kapolres Pulau-Pulau Ambon dan Lease
  • Mengantisipasi HUT RMS pada 25 April nanti, Kapolres menandaskan, pihaknya sudah mendeteksi dini upaya kelompok tertentu yang ingin memprovokasi warga. "Umumnya jelang 25 April ada keresahan yang muncul di masyarakat. Di antaranya pengibaran bendera RMS, upacaya atau penyebaran selebaran gelap," kata Kapolres.
  • Seharusnya koe juga katakan bahwa koe juga resah karena derajat kebodohanmu akan bertambah. Koe punya deteksi dini institusi saja terbukti tidak mempan pada perayaan harganas yang lalu. Sekarang koe ulangi lagi cerita usang deteksi dini. Lebih baik itu cerita koe simpan di kantung kentutmu. Selain itu siapa kelompok tertentu yang koe maksud? Kenapa tak koe katakan saja itu kelompok RMS. Ataukah koe juga ragu, apakah ada kelompok lain yang memainkan kartu RMS untuk memprovokasi warga. Wah pak Kapolres, kalau koe kasih pernyataan-pernyataan mengambang seperti ini, itu artinya koe sendiri yang memprovokasi warga. Ini jurus jaman rekapitulasi. Sudah usang mas.
  • Kapolres juga mengungkapkan, satu buronan RMS lainnya, Daniel Saiya alias Dangker, Sabtu (19/4/2008) kemarin berhasil diciduk di Desa Hukurilla, Kecamatan Leitimur Selatan, kota Ambon. Dangker diciduk Polisi, setelah mendapat informasi masyarakat setempat yang curiga dengan kehadirannya menjelang 25 April.
  • Berulangkali kejadian pencidukan berlangsung mas Kapolres, namun tetap saja bendera pelangi itu berkibar. Level militansi para pengikut RMS semakin meningkat dari waktu ke waktu, sekalipun diciduk ataupun dijatuhkan hukuman seumur hidup. TANYA MENGAPA?
  • "Setelah dapat informasi, anak buah saya langsung lakukan pengintaian terhadap sepak terjang Dangker. Saat ini tersangka mendekam di tahanan Polda Maluku," ungkap Kapolres. (han/djo)
  • Koe musti ingat mas Kapolres, ketika perjuangan sudah menapaki level idiologisasi bagi seseorang, maka tahanan badan adalah tempat yang tepat bagi mereka untuk mengasah kebebasan jiwanya. Kalaupun mati adalah taruhannya, maka bagi para ideologist sejati, kematian merupakan cara efektif untuk menyemaikan benih perjuangan bagi anak cucunya. Jangan pernah koe lupakan itu mas Kapolres.
  • MENA MURIA