22.12.07

Maluku Indonesia-Belanda Berjumpa, Soal RMS Mengganjal

  • Bari Muchtar 19-12-2007
  • Thamrin Ely diwawancara Bari Muchtar
  • Tanggal 16 Desember organisasi perdamaian antar gereja Belanda IKV Pax Christi menggelar pertemuan di Museum Sejarah Maluku di Utrecht. Agenda utamanya adalah memberi informasi tentang Maluku untuk masyarakat Belanda dan khususnya yang berasal dari Maluku. Tapi tak pelak lagi soal politik tidak luput jadi pembicaraan. Dan tentu saja soal Republik Maluku Selatan.
  • Pertemuan dengan delegasi dari Indonesia itu juga dihadiri kepada bidang politik KBRI Den Haag, Siswo Pramono. Pertemuan terutama membahas membahas masalah perkembangan sosial dan ekonomi di Maluku pasca konflik. Tapi di antara para hadirin ada beberapa pendukung Republik Maluku Selatan atau RMS, di antaranya Warinusa. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menjelaskan sejarah berdirinya RMS.
  • RMSWarinusa: "Pada tanggal 5 Januari 1955, setelah lima tahun berturut-turut, terutama 1950 sampai tahun 1953, pemerintah Belanda berdasarkan keputusan hukumnya mengakui bahwa RMS itu negara sah dan berdaulat, berdasarkan hukum internasional. Tetapi dimanipulasi oleh hadirnya TNI di Maluku."
  • "Pada akhirnya 5 Januari 1955 Soekarno sadar bahwa sekarang dia sedang berhadapan dengan suatu negara yang resmi, yaitu Republik Maluku Selatan. Dan ini tidak akan berarti bahwa Maluku itu separatis. Tidak! Maluku itu negara, RMS itu negara, Republik Maluku Selatan. Dia punya presiden, dia punya kabinet. Semua komplit, teratur. Dia punya undang undang, semua ada. Diakui, baik di Belanda sampai PBB."
  • "Persoalannya, Indonesia sekarang sedang memanipulasi politik terhadap katorang. Bukan katorang ini terlibat lagi dalam politik manipulasi. Kemarin peristiwa terjadi lagi. Tentara sudah pasang orang Maluku. Kapan Indonesia itu ada di atas bumi ini? Maluku sudah ada lama di bumi ini. Sejarah Indonesia apa sebenarnya? Hukum Indonesia itu apa? Berulang-ulang dalam internet saya kasih tahu undang undang dan hukum Indonesia itu palsu. Dari darah Republik Indonesia dan ika itu palsu atau ilegal karena didirikan berdasarkan likuidasi Soekarno tanggal 15 Februari 1950."
  • Jadi menurut Warinusa negara Indonesia adalah palsu dan RMS adalah negara sah. Dia pun menilai para delegasi dari Maluku itu tidak bisa bebas berbicara karena tertekan.
  • Warinusa: "Untuk itu kami sudah bercerita. Mengingat persoalan Maluku selama ini, ini berarti bahwa saudara-saudara sedang berada pada suatu posisi yang sudah sendiri tertekan dalamnya. Bukan orang Maluku yang di sana tertekan. Sudah sendiri tertekan dalamnya sebagai anak-anak intelek."
  • PembangunanElya Muskitta, ketua kelompok kerja Advance Maluku, tidak menyangkal sejarah yang terjadi di masa silam sehubungan dengan RMS. Tapi ia berpendapat, yang terpenting sekarang adalah bagaimana untuk membangun Maluku.
  • Elya Muskitta: "Beta seng bilang RMS salah. Seng. Berarti beta sudah menyalahi beta pun jati diri sendiri. Memang dari awal saya sudah bilang, sebagian dari beta adalah RMS, sebagian dari beta adalah negara Indonesia, sebagian dari beta mau kita independen. Mungkin bukan lagi dalam konteks Maluku Selatan, karena menurut beta amat-amat sayang."
  • Posisi di IndonesiaTamrin Elly, juga anggota rombongan, yang dulu bertindak sebagai kepala delegasi Islam pada perundingan perdamaian Malino, memohon agar warga Maluku di Belanda memaklumi posisi mereka di Indonesia. Meski ia tidak menyangkal uraian Warinusa, tapi ia menambahkan bahwa dulu ada para pemuda Maluku, baik di Belanda maupun di Hindia Belanda, yang ikut mempelopori nasionalisme Indonesia.
  • Calon gubernur ini menambahkan, munculnya soal RMS dalam pertemuan itu, wajar saja, apalagi di negara bebas seperti Belanda.
  • Tamrin Elly: "Saya merasa itu sesuatu yang wajar dikemukakan pada sebuah negara yang menghargai kebebasan seperti ini."
  • Jack Mannuputty, direktur lembaga dialog antar umat, yang juga anggota rombongan berpendapat bahwa Indonesia memang sudah menjadi sebuah negara kesatuan, tapi bangsa Indonesia masih belum terbentuk tuntas. Ia menambahkan, tidak ada yang tahu pasti perkembangan Indonesia ke depan.