15.4.06

Mendulang Uang di Kota, Daerah Pedalaman Krisis Dokter

13-Apr-2006, Azis Tunny - Ambon --------- PASCA konflik Maluku menyisahkan pelbagai persoalan. Selain pengungsi yang hingga kini belum tuntas tertangani, pendidikan terpuruk karena sempat menduduki ranting terakhir nasional, interaksi dan reintegrasi sosial masyarakat yang masih harus terus dibenahi, aspek kesehatan terutama tenaga dokter di Maluku juga belum menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. -------- Saat konflik masih berdarah-darah, dalam situasi keamanan tidak menentu itu buat siapa saja bermukim dan bekerja di daerah yang masih wilayah Maluku dirasakan tidak aman. Korban berjatuhan dan arus pengungsi tak dapat dibendung. Saat warga saling berperang, ratusan dokter memilih hengkang ke daerah lain untuk tinggal dan berkarir. -------- Saat itu tersisa sekitar 50 dokter di Ambon, ibukota provinsi Maluku. Representasinya jauh lebih kecil karena hanya 30 persen dari jumlah seluruh dokter di Maluku saat belum rusuh. Parahnya lagi, beberapa dokter pemerintah yang tengah sekolah spesialisasi di universitas luar Maluku tidak lagi balik ke Ambon. Banyak dokter yang eksodus, yang tersisa lebih memilih tempat aman sehingga dalam jumlah yang sudah sedikit, penyebarannya juga tidak merata. -------- Saat kondisi keamanan berangsur pulih, para dokter mulai berdatangan dan membangun kariernya di Ambon. Tempat praktek dokter spesialis pun menjamur di mana-mana. Saat ini ada 120 dokter di Maluku. Namun, penyebarannya jauh dari pemerataan karena menumpuk di Ambon, sebab 80 persen dari 120 dokter itu berada Ambon. Sementara daerah kabupaten apalagi wilayah pedalaman terjadi krisis tenaga dokter. --------- “Tenaga dokter sangat kurang akibat konflik dan hingga kini belum dapat teratasi. Meski jumlahnya sudah mulai bertambah, mereka lebih memilih kerja di Ambon karena mudah akses, dan dari sisi ekonomi juga menguntungkan jika buka tempat praktek,” kata Wakil Kepala Dinas Provinsi Maluku dr. Fenno Tahalele kepada Radio Vox Populi di ruang kerjanya, Senin (3/4). -------- Tahalele mencontohkan, di Kabupaten Seram Bagian Timur saat ini baru memiliki tiga orang dokter. Dua bekerja sebagai dokter di puskesmas dan satu lagi adalah kepala dinas kesehatan di kabupaten tersebut. Kabupaten Seram Bagian Barat hanya empat dokter, Kabupaten Aru empat dokter, dan Kabupaten Buru tiga dokter. Lebih parah lagi, beberapa lokasi terpencil seperti di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang berbatasan dengan Timor Leste dan Australia, jauh dari harapan. --------- Kekurangan dokter tidak serta-merta membuat pemerintah kabupaten buntu berpikir. Kabupaten Maluku Tengah dan Maluku Tenggara Barat kemudian membuat konsep starategis untuk menarik minat dokter guna bekerja di daerah mereka. Iming-iming pun ditawarkan. Mulai dari menyediakan insentif tambahan, fasilitas rumah dokter, hingga cuti dan ongkos hari raya jika dokter bersangkutan ingin merayakan hari raya di kampung halamannya. ----------- “Meski ada upaya tersebut, masih juga belum menarik minat dokter karena terkait rentang kendali yang jauh, serta prospek mereka untuk berusaha tidak menjanjikan,” aku Tahalele. -------- Dalam keterbatasan tersebut, wilayah Maluku yang berpulau-pulau juga menjadi kendala tersendiri dalam pemberian pelayanan kesehatan yang merata. Pelayanan kesehatan di Maluku menggunakan pendekatan pusat gugus pulau ditambah wilayah pengembangan atau sub gugus. Daerah yang menjadi pusat gugus karena pertimbangan jumlah dan pertumbuhan penduduknya, dan dibangunlah puskesmas pusat gugus yang di Maluku berjumlah 18 puskesmas. ---------- Puskesmas pusat gugus tersebut menurut Tahalele, semestinya memiliki dokter minimal dua orang untuk peningkatan akses pelayanan, namun saat ini baru mampu memiliki tujuh dokter. Sementara puskesmas sub gugus yang harusnya ada dokter minimal satu orang, baru sebagan kecil yang terisi tenaga dokter. ---------- Situasi kritis akibat kurangnya tenaga dokter khususnya spesialis juga dikeluhkan Kepala Puskesmas Hila, Kabupaten Maluku Tengah, Djamal Palisoa. Saat ditemui Radio Vox Populi Palisoa mengungkapkan, pihaknya hanya memiliki satu dokter dengan status dokter pegawai tidak tetap, dan bukan dokter spesialis. Dokter itupun pada tes calon pegawai negeri sipil bulan Maret lalu lulus seleksi. Palisoa mengaku bingung jika dokter itu nantinya ditempatkan pemerintah di daerah lain. --------- “Kita sebenarnya sangat butuh dokter spesialis, tapi mereka kebanyakan lebih memilih kerja di Ambon,” ungkapnya. --------- Sebagai salah satu puskesmas pusat gugus yang melayani tiga desa dan tujuh dusun dengan jumlah penduduk 16.677 jiwa, puskesmas Hila belum memiliki fasilitas rawat inap. Tadinya ada satu unit puskesmas yang dibangun pemerintah buat rawat inap. Hanya saja puskesmas tersebut dibangun jauh dari pemukiman penduduk dan saat konflik meletus dirusaki oleh massa. Kondisi puskesmasnya saat didatangi Radio Vox Populi sudah tidak layak dipakai. Bangunan yang berdiri hanya tembok tanpa atap. Belukar tumbuh di sana-sini pada ubin di dalam bangunannya. ---------- Sementara puskesmas lama dan terpakai saat ini, tidak ada ruang khusus untuk rawat inap. Hanya ada dua tempat tidur yang direhab karena tuntutan kebutuhan. Ruang dokter pun difungsikan sebagai ruang terima tamu. “Kami tidak memiliki ruang yang cukup, apalagi dipakai buat rawat inap,” tutur Palisoa. --------- Kebanyakan penyakit yang diderita warga di puskesmas Hila adalah malaria dan ispa. Untuk malaria, tiga bulan terakhir ini pasiennya mencapai 173 orang. Untunglah puskesmas Hila dibantu pasokan obat-obatan malaria dari Global Fun yakni malaria stadium vivax dibantu obat kloroquin dan primaquin. Sedangkan malaria palsifarum obat jenis ACT. --------- “Penderita malaria palsifarum sebenarnya harus menjalani rawat inap, tapi kami hanya bisa bantu dengan memberi obat-obatan. Jika terlalu parah biasanya kami rujuk ke rumah sakit di kota, itupun butuh biaya besar. Kadang warga mengeluh soal biaya karena kebanyakan mereka berasal dari keluarga tidak mampu,” kata Perawat puskemas Hila yang membidangi unit perawatan, Nurlina Usman. --------- Diakuinya, pasokan obat-obatan pemerintah seringkali tidak cukup memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan buat masyarakat. Obat-obatan yang biasanya dipasok setiap enam bulan sekali itu, belum pada waktunya sudah habis terpakai. -------- Laut & Fasilitas Jadi Kendala Kabupaten Seram Bagian Timur yang dikategorikan kabupaten miskin di Indonesia oleh Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, kini masih terisolir khusus di bidang transportasi dan komunikasi. Ruas jalan aspal yang ada di kabupaten tersebut hanya sepanjang empat kilometer. Untuk menjangkau satu desa ke desa lain, maupun ke kota kecamatan dan kota kabupaten hanya bisa melewati laut. Itu juga kalau kondisi lautnya mendukung. ------------ Selain dataran luas, kabupaten yang memiliki banyak pulau dan terpencil makin membuat jaringan transportasi antar pulau sangat terbatas. Banyaknya pulau-pulau terpencil itu hanya dilayari kapal perintis antara 2 hingga 4 minggu sekali di beberapa lokasi saja. Persoalan ini tentu saja berpengaruh, termasuk akses pelayanan kesehatan ke masyarakat. ---------- Akibat kondisi itu pula, saat wabah malaria menyerang Dusun Wawasa Kecamatan Kepulauan Gorom pada awal Mei 2005 lalu menewaskan 22 orang dan 761 warga di dusun tersebut sakit parah. Warga Wawasa meninggal selain krisis pangan di daerahnya, juga akibat lambatnya penanganan kesehatan karena keterisolasiannya. --------- Pengobatan warga yang terjangkit malaria sulit dilakukan akibat tidak adanya fasilitas kesehatan di Wawasa. Puskesmas terdekat berada di desa induknya Amarsekaru, yang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu tradisional ketinting selama 1 hingga 1,5 jam. Karena terbatasnya sarana tranportasi dan biaya transportasi yang tinggi, warga sulit untuk berobat dan perawat di puskesmas terdekat juga sulit mengunjungi korban. --------- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Timur dr. Umar Fauzi Attamimi kepada Radio Vox Populi mengaku, pihaknya selain kesulitan tenaga dokter, juga minim fasilitas penunjang seperti puskesmas keliling (pusling) laut karena baru memiliki satu unit pusling laut dan tidak bisa berlayar jika musim ombak. Akibatnya, kebanyakan dari warga hanya bisa bertahan dengan obat-obatan tradisional jika sakitnya parah. --------- “Di kabupaten kami baru dibangun satu rumah sakit. Jadi kalau ada pasien yang sakitnya parah, kita terpaksa rujuk ke rumah sakit Masohi (Kabupaten Maluku Tengah) atau rumah sakit Ambon,” katanya. --------- Attamimi menyatakan prihatin terhadap keberadaan para dokter yang memilih bertugas di Ambon. Padahal di Ambon dokternya sudah banyak, fasilitas yang tersedia juga cukup. Sementara di daerah terpencil semacam Seram Bagian Timur maupun tempat lainnya sangat membutuhkan pengabdian para dokter tersebut. “Saya lihat tidak ada jiwa pengabdian sosial sehingga para dokter itu enggan mengabdi di wilayah-wilayah yang jauh dan terpencil,” ujarnya. ---------- Dokter Kontrak Untuk mengisi kekurangan tenaga dokter khususnya di daerah terpencil, melalui dana Inpres Khusus Tahun 2003 tentang rehabilitasi dan recovery Maluku pasca konflik, Dinas Kesehatan Provinsi Maluku mengalokasikan Rp.3 miliar lebih untuk mengontrak 20 tenaga dokter. ------- Sepuluh dokter nantinya dipekerjakan di rumah sakit pemerintah, dan sepuluh lainnya bertugas di daerah terpencil. Dari dana itu juga dikontrak 60 tenaga bidan, serta penyediaan fasilitas khususnya radio medic khusus buat dokter yang bertugas di daerah terpencil untuk menginformasikan perkembangan kesehatan di daerah tugasnya setiap saat. ----------- Kami berencana agar setiap enam bulan dibuat roling dokter agar mereka jangan jenuh dan tidak mau lagi bertugas, apalagi bagi mereka yang bertugas di daerah terpencil. Mudahan-mudahan program kontrak dokter ini sudah jalan dalam tahun ini,” harap Wakil Kepala Dinas Provinsi Maluku dr. Fenno Tahalele. --------- Menurut Tahalele, saat ini pihaknya belum berbicara soal mutu dokter karena itu bisa ditingkatkan. Yang dibutuhkan adalah kuantitas jumlah dokter, termasuk peningkatan pemerataan tenaga dokter di seluruh wilayah. Untuk tenaga perawat sebenarnya di Maluku tidak ada masalah karena ada satu Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) di Ambon, serta dua Sekolah Akademi Perawat di Ambon dan Masohi (Maluku Tengah). Sementara untuk pemenuhan tenaga dokter, menurut Tahalele, pihaknya juga tengah berupaya agar di buka fakultas kedokteran di Universitas Pattimura. ---------- Jumlah sarana prasana berupa rumah sakit dan puskesmas sebenarnya termasuk cukup. Saat ini ada 10 rumah sakit pemerintah, tiga diantaranya masih dalam taraf pembangunan di tiga kabupaten pemekaran yakni di Kabupaten Seram Bagian Timur, Seram Bagian Barat, dan Kepulauan Aru. Ditambah lagi empat rumah sakit TNI/Polri di Ambon, dan tujuh rumah sakit swasta (lima di Ambon). Sementara puskesmas ada 127 unit. --------- Puskemas pusat gugus kata Tahalele, saat ini akan dikembangkan untuk rawat inap dan bisa melakukan operasi ringan. Diakuinya, karena keterbatasan tenaga dokter spesialis karena kebanyakan di daerah hanyalah dokter umum sehingga dalam kondisi tertentu dokter umum ini seringkali melakukan tindakan spesialistik. -------- “Tindakan spesialistik yang dilakukan dokter umum dari sisi hukum kedokteran sebenarnya sangat bertentangan. Begitupun tenaga perawat kami terpaksa melakukan tindakan penyuntikan, tapi mau bagaimana lagi kalau memang tidak ada tenaga di sini,” akunya. --------- Ia menambahkan, wilayah Maluku yang kepulauan efektifnya dilengkapi pula dengan pusling laut. Yang ada baru lima unit dan tersebar di sejumlah daerah. Pusling laut yang ada itupun tidak bisa beroperasi jika musim ombak. ---------- “Pusling laut sangat penting, tapi yang baru ada sekarang belum bisa beroperasi saat musim ombak. Dari dana Inpres 6 Tahun 2003 kami upayakan agar ada pengadaan pusling laut yang layak dan bisa beroperasi kapan saja,” harapnya.