28.3.09

Penari Cakalele RMS Divonis Empat Tahun Penjara 28 Maret 2009 Ambon-Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Jumat (27/3) menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada Buce Nahumury, terdakwa kasus RMS. Nahumury bersama 20 orang lainnya, yang menyusup ke arena perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Lapangan Merdeka Ambon pada 29 Juni 2007 lalu, sambil membawakan tarian cakalele dan membentangkab bendera RMS. Vonis dijatuhkan majelis hakim, masing-masing Hendrik Tobing sebagai anggota, serta Sugiyo Mulyoto dan Ari Widodo sebagai anggota. Sementara terdakwa didampingi penasehat hukumnya, Helmi Sohilatu. Majelis hakim berpendapat, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindakan makar, dengan melanggar pasal 106 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 87 KUHPidana. Vonis majelis hakim ini lebih rendah, dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chrisman Sahetapy yang menuntut terdakwa dengan pidana tujuh tahun penjara. Majelis hakim menyebutkan, terdakwa secara bersama-sama dengan teman-temannya yaitu, Johan Teterissa alias Yoyo, Jhon Saiya, Pieter Saiya, Semuel Hendriks, Leonard Hendriks, Ferjon Saiya, Ruben Saiya, Jordan Saiya, Fredy Akihary, Ferdinand Pattirajawane dan Mersy Riry turut serta melakukan tindakan makar. Sebelum menyusup ke arena perayaan Harganas, terdakwa dengan rekan-rekannya melakukan latihan di Desa Aboru Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) sebanyak empat kali. Selain latihan, terdakwa juga mengikuti rapat yang dipimpin oleh Johan Teterissa alias Guru Yoyo alias Yoyo, yang membicarakan tentang alat-alat perlengkapan berupa parang, tombak dan tifa yang akan digunakan dalam tarian cakalele RMS tersebut. Terdakwa menerima putusan tersebut, sedangkan JPU menyatakan pikir-pikir. (S-19)

Dr. Alex : Golput

  • Dokter Alex roept op tot GOLPUT
  • Los Angeles; 17-3-2009
  • Aan onze geliefde Broeders en Zusters, Christenen en Moslims, van Ceram tot de Zuid-Oostelijke Eilanden.
  • Ontelbaar is het aantal Algemene Verkiezingen, dat door de onderdrukker, de Eenheidsstaat Indonesië (NKRI) in de Molukken is uitgeschreven, maar laten we eens kijken hoe het er van verkiezing tot verkiezing aan toeging.
  • 1.Wat wij kregen voorgeschoteld waren alleen maar slaapliedjes en snoepjes; ze nemen van ons 1000 en we kregen maar 50 terug; ze nemen het vlees en we krijgen het bot terug, maar we zijn ons er niet van bewust dat we daarmee genoegen nemen; als we alles goed bekijken, dan zijn wij het die de duizenden zouden moeten krijgen, en het vlees.
  • 2.De Molukker is als een herdershond die altijd trouw is aan zijn meester, ook al wordt hij geslagen, opgesloten, afgeblaft, mishandeld, opgepakt en al worden zijn bezittingen van hem afgenomen en wordt hij werkloos gemaakt, of vluchteling, of zelfs gedood.
  • 3.De Molukkers zijn tot verraders gemaakt van hun eigen ware geschiedenis en zijn hielenlikkers geworden van hun Javaanse meesters.
  • 4.De Synode van de Molukse Protestantse Kerk(GPM) en de Raad van Islamitische Geestelijken (MUI) zijn niet in staat gebleken om de authentieke rechten van het volk te behartigen, die het van God de Schepper ontvangen heeft, maar verspreiden de valse rechtvaardigheid van de NKRI en beheren nu de lonen.
  • 5.De Molukse intellectuelen en studenten bezitten niet het gevoel van saamhorigheid en doen niet hun best om een academische oplossing voor de problemen te vinden; waarom eigenlijk? Omdat ze niet één zijn; iedereen gaat zijn eigen gang, en ze zijn ook bang voor de waarheid over de RMS.
  • 6.Molukkers eisen niet hun eerstgeboorterecht op, maar integendeel, ze verkopen het aan vreemden (Javanen), zoals Esau als gevolg van gulzigheid en onverschilligheid zijn eerstgeboorterecht verkocht heeft aan Jacob.
  • 7.De dorpshoofden in Maluku zijn nu gelijkgeschakeld met de dorpshoofden op Java, maar ze zijn zich er niet van bewust dat ze een speelbal zijn geworden van de Javanen.
  • 8.De Molukken hebben hun identiteit verloren als bezitter van de authentieke geschiedenis van een groot koninkrijk waarvan de invloed zich verspreidde over het hele gebied van de Nusantara en zelfs tot aan Madagascar en in de Pacific.
  • 9.Wie U ook kiest tot President van Indonesië, alles blijft toch hetzelfde, want ze hebben Uw stem nodig en Uw ellende zien ze niet. Ze hebben Uw medewerking nodig, maar om Uw wonden bekommeren ze zich niet; zelfs is Uw stem strikt genomen volkomen betekenisloos gezien de kleine waarde ervan; of U nu stemt of niet: het is voor niets. Waarvoor zou U Uw stem geven aan mensen zonder hart; waarvoor zou U Uw goede wil tonen voor iemand zonder gevoel?
  • Dus het zou goed zijn om het volgende te doen:
  • 1.WEIGER UNANIEM TE STEMMEN IN MALUKU! 2.Ga naar het stemhokje en bidt tot God en dan zult U precies weten wat U moet doen. 3.Molukse Intellectuelen en Studenten moeten eendrachtig zijn en zich goed in de situatie inleven.
  • Houdt Uw lamp brandende! Hebt Maluku lief tot aan de dood!
  • DE RMS LEEFT IN HET BINNENSTE VAN IEDERE MOLUKKER
  • Bron: Het Molukse Vaderland. Van buiten Maluku: Californië, USA.
  • FKM/RMS Transitieregering
  • Met de Allerbeste Wensen!
  • Ondertekend:
  • Simon Saiya (Legislatief Administrateur; Saniri Kacil)
  • Dokter Alexander H. Manuputty (Executief Administrateur)
  • Bron: Dokter Alex Manuputty; JANGAN ADA LAGI PEMILU PUTAR BALIK DI MALUKU SELATAN.
  • Vertaling: Secr. Gerakan Maluku Thu Mar 26, 2009 10:41 am

[TransGovFKM/RMS] Jangan ada lagi pemilu putar-balik di Maluku S

  • Transitional Government (FKM) of The Republic of South Moluccas (RMS)
  • Kantor Pusat: Jl. Dr. Kayadoe, No. 71, Lrg. PMI Kudamati Ambon, MalukuAddress in exile: Bellflower, CaliforniaE-mail: alexanderhmanuputty@...
  • The Republic of South Moluccas, April 25, 1950 (Must be restored from Indonesian occupation) Doesn't the world know that RMS is a lawful state" A Free Born People are Not Required to Submit to Tyranny"

  • Kepada YTH, Yang Katong Kasihi,

  • Samua Basudara Bangsa Maluku Sarani dan Salam dari Pulau Seram (Nusaina) samapi ke Pulau-pulau terselatan,

  • Katong seng bisa hitung lai sudah berapa banyak-kali diadakan Pemilu di Maluku oleh Negara Penjajah, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) namun dari Pemilu ke Pemilu:

  • 1, Apa Maluku dapatkan hanyalah "Nina-Bobo" dan "Gula-gula", dong ambel 1000 dong kasi kombali 50 par katong, dong ambil isi dong buang tulang par katong, mar katong tanpa sadar su sanang deng akang, Padahal kalo katong sandiri kelola dapat beribu-ribu, katong dapat isi tarus.

  • 2. Orang Maluku hanya ibarat anjing heder yang setia kepada tuannya orang Jawa, walaupun dipukul, dirantai, dihina, dipenjara, dirampas harta benda, dijadikan pengangguran, dijadikan pengungsi bahkan dibunuh sekalipun.

  • 3. Orang Maluku dijadikan sebagai penghianat-penghiana kepada kebenaran sejarahnya sendiri dan dijadikan sebagai penjilat-penjilat pantat tuannya orang Jawa.

  • 4. Sinode-sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Majelis Ulama Maluku (MUM) tidak mampu lagi untuk menerapkan kebenaran yang sejati dari Tuhan sang penciota tetapi menyebarkan kebenaran semu/palsu yang diberikan oleh manusia-manusia NKRI dan bahkan pada hakekatnya telah menjadi gembala-gembala upahan.

  • 5. Cedekiawan/Mahasiswa Maluku belum memiliki rasa kebersamaan dan kepekaan serta belum mampu membuat solusi secara akademika terhadap apa yang telah terjadi disekitarnya, karena apa? karena seng ada persatuan. Masing-masing mau 'raci kua' sandiri sandiri dan juga karena 'takut' kepada sebuah kebenaran sejati.

  • 6. Bukannya mempertahankan hak kesulungan namun sebaliknya menjual hak kesulungan kepada orang asing (Jawa) seperti Esau yang karena memiliki kerakusan dan harkat yang sendah telah menjual hak kesulungan kepada Yakub.

  • 7. Latupati sama sa deng kepala kampung di Jawa, mar tetap tar tau diri bahwa orang Jawa ada biking kaya avion.

  • 8. Orang Maluku telah kehilangan jati-dirinya sebagai pemilik sejarah asli dari suatu kerajaan yang besar yang menguasai seluruh Nusantara bahkan sampai ke Madagaskar dan Pasifik.

  • 9. Ale tusuk sapa saja jadi presiden tetap sama, ale angkat sapa saja jadi presiden tetap sama, karena dong cuma parlu ale pung suara sa, tapi seng parlu deng ale pung sengsara.

  • Dong cuma parlu ale pung parusa sa mar seng parlu deng ale pung karisa, bahkan ale pung suara iko batul seng ada arti par dorang karena cuma sadiki paskali, seng ada arti, kasi suara atau seng juga seng ada arti, jadi buat apa kasi suara par kasta yang seng ada pung hati pait, buat apa kasi parusa buat kasta yang seng ada pung rasa.Jadi yang batul bagaimana?,

  • 1. Tolak secara bulat dan utuh (abstein) Pemilu untuk Maluku, atau.....

  • 2. Masuk dalam bilik tersebut, berdoa par 'Tete-Manis', lalu ale pung stau hati jua tida.

  • 3. Cendekiawan/Mahasiswa Maluku bersatu lalu nyatakan sikap tegas.

  • "Kata sumbu di palita, tambah minyak jangan mati; kata sunggu beta cinta, cinta Maluku sampe mati".
  • "RMS SELALU HIDUP DALAM SETIAPSANUBARI RAKYAT MALUKU SELATAN

SHALOM & WASSALAM

  • Sumber: Tanah air Maluku SelatanLuar Maluku: Ca, USA, 17 Maret 2009
  • Pemerintah Transisi / FKM-RMS
  • Katong pung Hormat banya-banya,
  • Dr. ALEXANDER H. MANUPUTTY Penyelenggara Eksekutf
  • SIMON SAIYA Penyelenggara Legislatif (Saniri Kacil)

19.3.09

Feestweek 50 jaar Adamistraat in Appingedam

  • Het is vijftig jaar geleden dat de eerste Molukse gezinnen zich in de Adamistraat in Appingedam vestigden. Om bij dit jubileum stil te staan, wordt voor alle Damsters, in het bijzonder voor de Molukse gemeenschap, in augustus een groot feest gehouden.
  • APPINGEDAM — “Eind 1959 en in 1960 kwamen de eerste Molukse gezinnen naar Appingedam”, vertelt Alison Sluijs. Zij is de voorzitter van de werkgroep ‘50 jaar Ada- mistraat’. “Deze mensen waren eerder opgevangen in woonkampen in de Carel Coenraadpolder in Oost Groningen en in Westerbork in Drenthe. Deze mensen waren destijds de eerste Molukkers in heel Nederland die een woning kregen. Aanvankelijk ging het om vier gezinnen, later werden dat er zevenenveertig.
  • In de loop der jaren zijn er ook weer families teruggekeerd naar Indonesië. Alle ouderen hoopten in die begin jaren ooit terug te keren naar de Molukken. Vanuit die gedachte ontstond er in de wijk een hechte gemeenschap. Er ontstond als het ware een dorp, waarin mensen met elkaar meeleven en veel dingen samen doen. Net zoals men dat op de Molukken gewend was.”
  • Maar liefst achttien vrijwilligers van allerlei leeftijden zetten gezamenlijk de schouders onder de organisatie van de festiviteiten. Dat zegt volgens Sluijs veel over de waardering en het respect dat de verschillende generaties voor elkaar hebben.
  • “Van de eerste generatie Molukkers zijn er al mensen overleden. De mensen uit de tweede, derde en vierde generatie en mensen die aangetrouwd zijn voelen nog steeds een grote betrokkenheid. Vooral de Molukkers van de derde en vierde generatie zijn op zoek naar hun identiteit en zijn erg geïnteresseerd in de geschiedenis van hun voorouders.
  • ” Sinds vorig jaar is de werkgroep begonnen met de voorbereidingen van de jubileumfestiviteiten. Voor het programma is veel geld nodig. Een aantal bedrijven heeft al financiële steun toegezegd of artikelen beschikbaar gesteld. “Maar er is nog niet genoeg geld binnen. We zijn nu ook bezig grotere fondsen aan te schrijven. We kunnen het programma van de feestweek pas definitief invullen als we weten hoeveel geld er beschikbaar is. We willen in het programma graag de cultuur en de tradities van de Molukken laten zien. Dan denk je aan een Pasar Malam, workshops en spelletjes. Wij willen deze cultuur graag met iedereen delen. Indien er voldoende geld beschikbaar is, hopen we een beeld of een monument te kunnen plaatsen. Bijvoorbeeld in de Adamistraat, ter ere van de eerste generatie.
  • ” Voor de ouderen wordt een speciale dag in Damsterheerd georganiseerd. Zij krijgen een culturele middag met hapjes en drankjes. aangeboden.
  • Er wonen momenteel nog vijfendertig gezinnen in de Adamistraat. Zij vormen nog een hechte gemeenschap, al is dat volgens Sluijs met de jaren wel wat minder geworden. “Maar nog steeds zie je dat mensen elkaar opzoeken en helpen bij gebeurtenissen als sterfgevallen, doopfeesten en belijdenissen. Dat gebeurt heel spontaan en vanzelfsprekend”.
  • De festiviteiten in Appingedam staan gepland in de periode vanaf 12 augustus. Sponsors en mensen die mee willen werken aan het programma kunnen zich melden bij Alison Sluijs, telefoon : 0596-624990.

5.3.09

DUA ORANG DITANGKAP KARENA MERUSAK ATRIBUT CALEG

KAMIS, 05 MARET 2009
  • AMBON – Dua orang akhirnya ditangkap aparat kepolisian dari Polsek Sirimau kota Ambon karena diduga melakukan pengrusakan atribut calon legislatif. Kedua orang tersebut ditangkap sekitar pukul 09.30 WIT. Penangkapan dilakukan setelah ada laporan warga yang melihat kedua orang tersebut melakukan pengrusakan terhadap atribut caleg. Tersangka yang kini di tahan di Polsek Sirimau salah satunya masih anak-anak. kedua tersangka itu masing-masing Andre Sinay (18) dan Angly Sinay (13), keduanya warga Pagar Seng, Batu Merah Kota Ambon. Saat ditemui Tim Aktulita DMS keduanya mengaku hanya mengambil salah satu kayu dari baliho yang dirusak untuk mengganti tiang gerobak yang rusak. Mereka mengaku tidak disuruh oleh siapa atau pihak manapun. Andre mengaku dirinya tahu kalau merusak atribut caleg itu dilarang.
  • Setelah di data nantinya kedua orang ini akan diserahkan ke panwas untuk ditindak lanjuti karena berkaitan dengan pelanggaran pemilu. Sementara pengurus partai kedaulatan yang baliho salah satu calegnya dirusak mengaku resah karena caleg Etty Manduapessy yang dirusak balihonya sudah terjadi berulang kali.
  • Pengrusakan baliho Etty Manduapessy yang caleg DPRD provinsi Maluku telah terjadi sebanyak 14 kali. Seperti diketahui Etty Manduapessy merupakan Anggota DPRD Maluku dari Partai Demokrat namun saat ini kembali mencalonkan diri sebagai caleg dari partai kedaulatan.

4.3.09

Perlawanan dari Keterisolasian - Desa Aboru dan RMS

  • Warga Aboru, Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah, bersantai di atas talut penahan ombak, beberapa waktu lalu. Desa yang dikenal sebagai basis gerakan Republik Maluku Selatan itu merupakan daerah yang terisolasi dengan tingkat kemiskinan dan jumlah pengangguran yang tinggi. (Kompas/M Zaid Wahyudi ) Agung Setyahadi dan M Zaid Wahyudi
  • ABORU, sebuah desa di bagian tenggara Pulau Haruku, Maluku, selalu diidentikkan dengan gerakan separatis Republik Maluku Selatan. Bagi aparat ataupun bagi warga Maluku, Aboru sering diidentikkan dengan sikap warganya yang keras, tak bersahabat, dan sulit diatur.
  • Untuk menjangkau Aboru yang masuk dalam Kabupaten Maluku Tengah ini sebenarnya tidak terlalu sulit. Dari Ambon, hanya dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan darat yang disambung dengan perahu motor menyeberangi bagian utara Laut Banda selama 40 menit.
  • Jalur laut itu merupakan satu-satunya penghubung Aboru dengan dunia luar. Untuk berhubungan dengan tetangga desanya di Kecamatan Pulau Haruku belum tersedia jalur darat yang memadai meskipun saat ini sedang dibangun. Jika musim ombak tiba, untuk bepergian ke desa tetangga warga harus melewati jalan setapak menyusuri hutan dan mendaki bukit.
  • Keterisolasian membuat 697 keluarga atau 2.100-an jiwa penduduk yang tinggal di desa itu sulit meningkatkan taraf hidup mereka. Jika sakit, mereka harus pergi ke puskesmas di desa tetangga melintasi perbukitan. Sekolah tertinggi di desa itu adalah SMA yang lokasinya cukup jauh dari desa induk.
  • Karena tak bisa ke mana-mana, warga jadi stres dan berpikir yang macam-macam, kata Elthinus Tuankotta (36), tokoh pemuda Aboru yang pernah beberapa tahun mendekam di penjara karena dakwaan sebagai pendukung RMS, Januari lalu.
  • Citra kekerasan masyarakatnya dan stigma RMS membuat masyarakat luar Aboru jarang berkunjung ke desa itu. Setiap ada orang tak dikenal datang tatapan nanar penuh kecurigaan warga setempat selalu tertuju kepada mereka.
  • Perasaan curiga yang kuat itu merupakan buah dari kekerasan fisik dan psikis yang mereka alami selama lebih dari setengah abad terakhir. Aboru memang menjadi basis utama gerakan RMS sejak lama. Banyak warga keturunan Maluku di Belanda pun berasal dari daerah ini.
  • Setiap hari kemerdekaan RMS pada 25 April, bendera RMS Benang Raja selalu berkibar di desa ini, baik di rumah penduduk, jalanan, maupun di hutan-hutan. Semangat separatisme ini mengental pascakonflik sosial di Maluku 1999 silam. Pada 2002-2003 jumlah bendera RMS yang berkibar mencapai ratusan dan pada 2003 puluhan warga Aboru ditangkap aparat atas tuduhan makar.
  • Kasus terakhir terjadi pada peringatan Hari Keluarga Nasional 2007. Bendera RMS dikibarkan oleh sejumlah penari cakalele di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pencarian pelaku dan pendukung insiden yang memalukan tersebut masih menimbulkan trauma warga Aboru dan semakin melanggengkan kebencian mereka terhadap aparat keamanan.
  • Masyarakat di sini tidak menganggap pemerintah karena pemerintah tak memerhatikan keinginan masyarakat, lanjut Elthinus.
  • Stigma
  • Daniel Saiya (56), tokoh masyarakat Aboru, menambahkan, isu RMS itu sengaja dipelihara oleh elite pemerintah negeri (sebutan desa di Maluku bagian tengah) demi kepentingan pribadi. Setiap kali ingin menyampaikan aspirasi dan menuntut transparansi atas dana pembangunan bagi desa, masyarakat langsung dituding RMS.
  • Selain menyisakan kepedihan akibat benturan dengan aparat keamanan, stigma itu membuat kesejahteraan masyarakat dan pembangunan desa jauh tertinggal dibandingkan dengan desa lain. Bahkan, tudingan yang diberlakukan secara serampangan itu menyulitkan pemuda-pemuda Aboru untuk mendaftarkan diri sebagai pegawai negeri sipil atau melamar sebagai anggota TNI-Polri.
  • Kalau stigma (RMS) ini dimainkan terus, jangan salahkan masyarakat jika sampai emosi. Katong (Kami) paling nekat, tambah mantan Kepala Urusan Pemerintahan Desa Aboru yang juga mantan narapidana kasus separatisme, Jantje Riry.
  • Perasaan tertekan, tak terperhatikan serta impian akan adanya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat membuat warga Aboru akhirnya melawan. Meskipun masih ada sebagian kecil warga yang bercita-cita untuk merdeka, sebagian besar warga hanya menggunakan isu itu sebagai bentuk perlawanan atas pembangunan yang tidak merata.
  • Jantje sadar bahwa jika upaya memerdekakan diri hanya dilakukan warga Aboru sendiri, tidak akan pernah berhasil. Apa yang mereka perjuangkan selama ini hanya sebagai upaya meneruskan aspirasi masyarakat yang mendampakan kehidupan lebih baik.
  • Terorisme
  • Stigmatisasi yang merugikan juga dialami masyarakat Desa Haya, Tehoru, Maluku Tengah. Pascapenangkapan beberapa pelaku teror dan penemuan sejumlah lokasi latihan perang kelompok teroris di desa itu pada November 2005 lalu, cap teroris seolah-olah langsung menempel di kening setiap warga Haya.
  • Orang luar menganggap masyarakat Haya berbahaya dan harus diwaspadai. Padahal, kami tak seperti itu, ujar Ayub Piya, seorang tokoh masyarakat Haya.
  • Desa di pesisir selatan Pulau Seram itu memang pernah dijadikan basis gerakan teroris. Awalnya, anggota kelompok itu datang sebagai sukarelawan yang menyalurkan bantuan makanan dan obat-obatan pada awal 2000. Bantuan itu diterima dengan tangan terbuka karena masyarakat memang membutuhkannya akibat konflik sosial yang berkecamuk.
  • Dua tahun kemudian, jumlah sukarelawan bertambah. Fokus kegiatannya pun mulai merambah bidang pendidikan dengan mengajarkan pelajaran agama kepada anak-anak dan latihan fisik bagi warga dewasa sebagai bagian pertahanan saat konflik. Latihan fisik itu pun berkembang menjadi latihan perang-perangan.
  • Warga yang ikut kelompok itu umumnya dari keluarga kurang mampu. Anak-anak yang cerdas pun dikirimkan belajar ke sekolah di Makassar dan Jawa atas tanggungan biaya para sukarelawan itu. Orangtua yang anak-anaknya belajar agama dengan kelompok itu juga mendapat bantuan sejumlah kebutuhan pokok.
  • Akses sulit
  • Kelompok teror itu mampu bertahan hingga lima tahun di Haya karena sulitnya akses transportasi dan telekomunikasi di desa itu. Jarak Haya dengan Masohi, ibu kota kabupaten, hanya sekitar 80 kilometer. Namun, akses menuju desa itu sangat sulit akibat hancurnya jalan dan putusnya 16 jembatan di sepanjang rute tersebut.
  • Sulitnya akses membuat jarak tempuh bertambah dua kali lipat dari 2 jam menjadi 4 jam. Belum lagi banyaknya pungutan liar dari pemuda setempat sebagai ongkos memperbaiki jalan yang rusak dengan kisaran Rp 5.000-Rp 50.000. Total pungli di sepanjang jalur itu bisa mencapai Rp 200.000.
  • Tarif angkutan umum pun ikut naik hampir dua kali lipat. Ongkos bus kecil naik menjadi Rp 50.000, dari Rp 25.000, sedangkan tarif ojek sepeda motor melonjak dari Rp 100.000 menjadi Rp 150.000. Buruknya infrastruktur membuat aktivitas perekonomian warga terganggu. Panen coklat, cengkeh, dan kopra warga sering tidak dihargai layak oleh para tengkulak akibat mahalnya ongkos angkut.
  • Jika jembatan belum diperbaiki hingga musim hujan berikutnya, kami pasti terisolasi, ujar Jabar (39) warga Haya.
  • Buruknya telekomunikasi dan akses informasi membuat masyarakat tidak mengetahui perkembangan dunia luar. Tak ada koran, siaran radio, ataupun jaringan telepon di desa itu. Siaran televisi pun hanya dapat dijangkau dengan parabola atau TV kabel sehingga informasi yang didapat justru lebih banyak kabar dari Jakarta dibandingkan perkembangan daerah sendiri.
  • Oleh karena itu, saat kelompok sukarelawan datang dan menyebarkan radikalisme dalam beragama, masyarakat pun tak mengetahuinya dan tak mampu mengantisipasinya sejak awal. Kondisi itu diperparah dengan jarangnya desa itu dikunjungi masyarakat luar sehingga informasi yang diperoleh warga sangat terbatas.
  • Keterisolasian, ketertinggalan pembangunan, dan kemiskinan menjadikan warga sebagai korban yang harus menanggung stigma atas hal-hal yang tak mereka setujui. Warga Aboru dan Haya hanya berharap wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih dalam pemilu mendatang benar-benar mampu memperjuangkan kepentingan rakyat, jujur, dan tak ingkar janji.