31.1.08

Pemilik Bendera RMS Di Tuntut 20 Tahun Penjara

  • 31-Jan-2008, Sri Kartini Makatita, Ambon
  • KARENA terbukti memiliki 59 lembar bendera gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS), ratusan penggalan kain bender RMS serta dokumen mengenai perjuangan RMS, Daniel Mawauw alias Danker, dituntut hukuman 20 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Esterlina Wattimury, SH, dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Kamis(31/1).
  • Dalam tuntutannya, JPU menilai berdasarkan fakta di persidangan baik berupa keterangan para saksi, terdakwa dan barang bukti, maka terdakwa terbukti melakukan perbuatan pidana makar sebagaimana diatur dan diancam hukuman pidana sesuai pasal 110 ayat 2 dan 3 KUHP.
  • Terdakwa sendiri harus mengikuti serangkai proses hukum, karena berdasarkan hasil pengeledahan yang dilakukan pihak Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, di rumah terdakwa di Benteng Atas, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, 21 juni 2007 lalu, ditemukan 59 bendera RMS, 125 lembar kain berwarnah merah, 306 lebar potongan kain berwarnah hijau, 128 potongan kain berwarnah biru dan 290 potongan kain warna putih.
  • Selain itu, Polisi juga menemukan sejumlah dokumen yang ada kaitanya dengan pergerakan RMS.
  • Terdakwa mengakui bahwa sebagian besar dokumen itu berupa surat-menyurat pimpinan RMS Alexsander Manuputty yang kini buron di Los Angles, Amerika Serikat, kepada beberapa negara untuk meminta dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), agar Maluku lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
  • Terdakwa juga mengakui barang bukti yang ditemukan polisi di rumahnya adalah miliknya. Ia juga mengaku pernah mimipin rapat yang dihadiri oleh para simpatisan RMS serta terlibat Upacara pengibaran bendera memperingati Hari Ulang Tahun RMS, 25 April 2006 lalu, di dusun Masiwang, Gunung Nona, Kota Ambon. (rbb)

Residivis RMS Dituntut 20 Tahun Penjara.

  • 31-Jan-2008, Sri Kartini Makatita, Ambon
  • SALAH seorang terdakwa simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS), Romanus Basteran alias Man alias Beni Samanggun, Pada Persidangan di pengadilan Negeri ( PN) Ambon, Kamis (31/1), dituntut hukuman 20 Tahun Penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Patty, SH.
  • Dalam tuntutannya, JPU menguraikan, terdakwa terbukti melangar pasal 110 ayat 2,3 dan 4 KUHP tentang kejahatan terhadap keamanan Negara serta pasal 1 ayat 1 Undang-undang (uu) No 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api dan bahan peledak.
  • Terdakwa yang juga residivis dalam kasus yang sama ini, di tangkap aparat kepolisian pada 21 Juni 2007, saat berada di Rumah Daniel Malwau. Kedatanganya ke rumah Daniel Malwauw di Benteng Atas, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon untuk menanyakan persiapan simpatisan RMS menyambut kedatangan para petinggi Negara yang akan menghadiri perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Ambon, 29 Juni 2007.
  • Menurut JPU hal-hal yang memberatkan yakni terdakwa pernah dihukum karena melakukan arak-arakan dari Kudamati Kecamatan Nusaniwe kota Ambon sampai ke Markas (Polda) Maluku untuk memperingati hari ulang tahun (HUT) RMS Pada 25 April 2004.
  • Selain itu terdakwa juga mengakui memiliki satu buah bendera RMS yang sering disebut "benang raja" itu serta dua butir amunisi yang diperolehnya dari Simon Saija sejak tahu 2006. (rbb)

29.1.08

Pengikut RMS Mengaku Tetap Ikut Organisasi Itu

  • Pengikut RMS Mengaku Tetap Ikut Organisasi Itu Jika Belum Ada Larangan
  • Sri Kartini Makatita, Ambon
  • DUA orang pengikut gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) yakni Abner Litamaaputy dan Jhon Syaranamual, mengaku akan tetap berjuang mempertahankan eksistensi organisasi itu, sepanjang belum ada aturan hukum yang menetapkan RMS adalah organisasi terlarang.
  • Pernyataan ini disampaikan keduanya saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin (28/1).
  • Namun, keduanya juga mengaku di depan majelis hakim yang di Ketuai Imam Supriyadi, SH, bahwa mereka keluar dari organisasi tersebut jika pemerintah Indonesia mengelurkan peraturan yang menegaskan organisasi itu terlarang.
  • “Atas nama Tuhan Allah Saya akan keluar dari RMS jika pemerintah mengelurkan aturan yang menegaskan organisasi ini terlarang,” ujar Jhon Syaranamual dengan lantang, saat ditanya kuasa hukumnya, Tomas Watimena, SH.
  • Para terdakwa ini dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Mean Saliaman, SH Junet Patiasina, SH dan Savet Ohello, SH, karena ketahuan mengikuti Upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) RMS pada 25 April 2006, di Dusun Masiwang, Gunung Nona, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
  • Menyesal
  • Sementara itu, salah seorang simpatisan RMS lainnya yakni Yakop Supusepa, dalam persidangan yang berbeda mengaku menyesal mengikuti peringatan HUT organisasi itu, di Dusun Masiwang, Gunung Nona, Kota Ambon, pada 25 April 2006 lalu.
  • Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa ini, ia mengaku tidak mengetahui kalau akan diajak oleh Kordinator Upacara, Ishak Elkek--tersangka lain yang kini masuk daftar pencarian orang (DPO) pihak kepolisian, untuk mengikuti upacara peringatan HUT organisasi itu.
  • Dihadapan Majelis Hakim terdakwa mengaku, diajak Ishak untuk mencari hewan kus-kus di lokasi tersebut.
  • Tepat pukul 22:00 WIT terdakwa bersama-sama dengan simpatisan RMS lainya berjalan kaki menuju Dusun Masiwang. Setiba disana pukul 02:00 WIT, terdakwa langsung tidur.
  • Keesokan harinya terdakwa terbangun dan langsung ditunjuk Ishak sebagai pengerek bendera dan bertugas membawakan bendera RMS. Saat itu barulah terdakwa tahu bahwa kedatangan mereka ke lokasi itu melakukan upacara HUT RMS. Namun terdakwa tidak menolak ketika diperintah oleh Ishak.
  • Sidang akan kembali digelar pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Junet Patiasina,SH dan Savet Ohello,SH. (rbb)

25.1.08

RMS Harus tetap Diproses Sesuai KUHP

  • 25-Jan-2008, Sri Kartini Makatita, Ambon
  • KEPALA Hubungan Masyarakat (Humas) Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Amin Supriyadi, SH mengatakan, kendati belum ada aturan yang mengatur tentang gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) sebagai organisasi terlarang, namun para pengikutnya yang ditangkap aparat kepolisian harus tetap diproses sesuai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku.
  • "Tindakan mereka memperjuangkan sesuatu di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah bersinggungan dengan KUHP, yakni perbuatan makar terhadpa negara, sehingga harus diproses hukum," ujarnya saat dimintai komentarnya oleh Situs Radio Baku Bae, di Ambon, Jumat (25/1). Ia mengakui, dalam dalam KUHP memang tidak ada ketentuan khusus yang menjelaskan bahwa RMS adalah organisasi terlarang, tetapi ukurannya sekarang mengacu kepada ketentuan KUHP.
  • Hal yang sama,juga disampaikan oleh salah seorang praktisi hukum di Ambon, Frets. J. Lilipaly, SH. Menurut Pengacara Muda itu, Organisasi RMS yang berafiliasi Dengan Front Kedaulatan Maluku (FKM) adalah organisasi terlarang. “RMS adalah organisasi terlarang kalau tidak terlarang mengapa mereka harus dihukum,” tutur Lilipaly.
  • Pernyataan keduanya ini, menyusul setelah adanya pernyataan, Wakil Saniri Kecil RMS, Johan Teterisa dan Mantan Mantan Kepala desa Hutumuri Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Ferdinan Waas, saat memberikan kesaksian dalam persidangan PN Ambon, terkait keikutsertaan mereka memperagakan tarian liar di depan Presiden susilo Bambang Yudhoyono, saat peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas), 29 Juni 2007 lalu. (rbb)

Harga Cengkeh di Ambon Berfluktuasi

  • 25-Jan-2008, Natsir Alamanda, Ambon
  • HARGA salah satu komoditi andalan asal Maluku yakni cengkeh di KOta ambon dan sekitarnya masih berfluktuasi dan berkisar antara Rp49.000 hingga Rp50.000/ kilogram.
  • Beberapa pembeli komoditi ini, saat ditemui Situs Radio Baku Bae, Jumat (25/1) mengaku, fenomena ini menunjukkan gejala pasar yang dimainkan para pemilik cengkeh mulai petani hingga pedagang pengumpul kecil di beberapa desa yang selama ini menjadi ‘sumber’ pemasok cengkeh di Maluku.
  • “Saat ini kami sedang tunggu harga cengkeh naik di pasaran, barulah dijual,” ungkap Yana seorang pedagang pengumpul yang mengaku menyimpan cengkehnya di salah satu tempat di Kota Ambon sebanyak 1,5 ton.
  • Cengkeh itu merupakan hasil pembelian dari para petani cengkeh di Pulau Ambalauw, Kabupaten Buru, saat musim panen Desember 2007 lalu. Yana menggambarkan harga yang berfluktuasi saat ini, ibarat sedang "bermain judi".
  • “Dua hari lalu saya dengar harga cengkeh Rp55.000 per kilo, ternyata setelah tiba di Ambon harganya sudah turun menjadi Rp51.000/kg, tetapi saya terpaksa menjualnya. Sehari kemudian harganya turun lagi menjadi Rp43 ribu. Untung saya sudah menjual saat harganya Rp51.000/kg," ujarnya.
  • Sementara pihak pedagang besar cengkeh mengatakan turun naik harga cengkeh dipatok oleh pihak pabrik rokok terbesar di Jawa Timur. Jika harga cengkeh saat ini mulai bergerak naik kembali setelah mencapai titik terendah Rp43 ribu, dikarenakan pabrik rokok saat ini sedang membutuhkan cengkeh sebagai bahan baku dalam jumlah besar.
  • Salah satu mandor cengkeh sebuah usaha dagang hasil bumi, Is (40) mengatakan,saat ini stok cengkeh pada perusahaan perusahaan rokok di Surabaya sudah banyak. Mereka pun mengetahui stok cengkeh di Maluku saat ini sudah menipis, dan hanya menunggu para petani di ambalauw dan Kabupaten Pulau Buru dan Ambalau untuk menjualnya. (rbb)

NKRI Tidak Sejahtera Masyarakat Maluku

  • 25-Jan-2008, Sri Kartini Makatita, Ambon
  • SALAH seorang simpatisan gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS), Djefta Saiya, saat di periksa sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Kamis (24/1), mengaku selama berada dibawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ia tidak merasa disejahterakan oleh Pemerinta Indonesia. Selain itu pria tamatan SD ini juga mengatakan bahwa dirinya mau menjadi simpatisan RMS karena dijanjikan akan sejahtera.
  • Pegakuan terdakwa itu disampaikan ketika Ketua Majelis Hakim, I Wayan Kawisada SH, Yang memimpin persidangan menanyakan hal itu kepadanya.
  • Bahkan Hakim asal kota dewata, Bali ini, menegaskan kapada terdakwa agar tidak takut untuk mengungkapkannya. Alasannya, persidangan ini diliput oleh insan pers yang akan mempublikasikan pernyataannya, sehingga Presiden Susilo Babang Hudoyono akan tahu persoalan yang tejadi di Maluku. Terutama bagi mereka para terdakwa yang merasa kurang diperhatikan Pemerintahnya sendiri. (rbb)

23.1.08

Pengikut RMS Minta Pemerintah Umumkan Organisasi Itu Terlarang

  • 23-Jan-2008, Sri Karini Makatita, Ambon
  • SALAH seorang pengikut gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS), Johan Teterisa meminta pemerintah untuk mengumumkan kepada publik bahwa organisasi itu terlarang.
  • Pernyataan itu, disampaikan Teterisa yang juga mengaku sebagai Wakil Saniri Kecil organisasi RMS, saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Rabu (23/1).
  • Anggota RMS yang masih berstatus pegawai negeri sipil ini, menyatakan bahwa pemerintah tidak pernah mensosialisasikan R-M-S adalah organisasi terlarang, pasalnya tidak ada satu pun aturan hukum yang menjelaskan demikian tentang organisasi itu sebagai organisasi terlarang.
  • "Sekalipun dilarang, tetapi pemerintah belum pernah sosialisasi atau mengumumkannya kepada masyarakat bahwa RMS organisasi terlarang. Tolong pemerintah mempublikasikan kepada masyarakat melalui pers sehingga sampai anak cucu pun, tidak ada lagi masyarakat di Maluku yang mengikuti organisasi ini," katanya di hadapan Majelis Hakim PN Ambon.
  • Pernyataan yang sama juga disampaikan mantan Raja atau Kepala Desa Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Abraham Waas yang dihadirkan sebagai terdakwa dalam persidangan berbeda di PN Ambon.
  • Saat ditanya JPU, M.Matahena, SH, tersangka Waas yang purnawirawan TNI itu, mengaku dirinya tidak tahu kalau RMS merupakan organisasi yang dilarang oleh pemerintah Indonesia.
  • "Yang saya tahu RMS tidak dilarang, karena setiap tahun ada pengibaran bendera organisasi ini, apalagi tidak ada peraturan pemerintah atau ketetapan MPR dan DPR yang menyatakan RMS ini organisasi terlarang," ujarnya.
  • Persidangan terhadap keduanya ditunda pekan dengan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Tiga Penari Tarian Liar Benang Raja Disidangkan

  • 23-Jan-2008, Sri Karini Makatita, Ambon
  • TIGA orang mengikuti organisasi Front Kedaulatan Maluku (FKM) yang beraviliasi dengan gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS), dihadirkan sebagai tersangka dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Rabu (23/1), terkait keterlibatan mereka melakukan tarian liar saat perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas), di Ambon, 29 Juni 2007 lalu.
  • Ketiga terdakwa tersebut antara yakni Martin Saija, Frejon Saija dan Jony Sinay. Dalam sidang berbeda dengan agenda pemeriksaan saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), M. Matahean SH, menghadirkan Koordinator Tarian Cakalele, Johan Teterisa dan Raja (Kepala desa) Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Abraham Waas, sebagai saksi.
  • Namun dalam kesaksiannya, Abraham Waas selaku pihak yang dituduh bersama-sama dengan para simpatisan RMS lainnya, merencanakan tarian tersebut, serta termasuk undangan yang menghadiri perayaan Harganas sebagai Raja Hutumury, mengaku tidak mengetahui secara jelas apakah ketiga terdakwa itu termasuk dalam kelompok tarian cakalele atau tidak.
  • "Kalau terdakwa- terdakwa ini, saya baru kenal mereka setelah di tahanan, selebihnya saya tidak tahu persis," katanya.
  • Sedangkan Johan Tetertisa Selaku koordinator, membenarkan ketiganya termasuk dalam kelompok tarian, bahkan posisi mereka saat membawakan tarian berada di sisi kiri dan kanan Johan Teterisa.
  • Ketiganya juga menyembunyikan bendera RMS berukuran kecil didalam celana dalam mereka saat menarikan tarian adat Maluku itu, di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para menteri, perwakilan negara sahabat serta para gubernur, bupati dan walikota se-Indonesia yang menghadiri Harganas di Ambon itu.
  • Ketiga terdakwa pun, dihadapan Majelis Hakim PN Ambon, juga membenarkan keterangan para saksi itu. Sidang di tunda hingga pekan depan, juga dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. (rbb)

22.1.08

Peserta dan pembawa bendera HUT RMS Disidangkan

  • 21-Jan-2008, Sri Kartini Makatita, Ambon
  • KARENA ketahuan mengikuti Upacara HUT Republik Maluku Selatan (RMS) pada 25 April 2006, di Dusun Wanat, kawasan Gunung Nona, Kota Ambon, Abner Litamahuputy dan Jhon Syaranamual, dihadirkan sebagai terdakwa dalam persidangan yang berlangsung Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin (21/1). Setelah persidangan dengan Agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada pekan kemarin, maka pada persidangan kali ini JPU menghadirkan Remon Tuapattinaya, yang juga simpatisan organisasi separatis Front Kedaulatan Maluku (FKM) RMS, untuk didengar keterangannya sebagai saksi.
  • Didepan Majelis hakim yang diketuai Imam Supriyadi, SH, saksi membenarkan kedua terdakwa turut mengikuti upacara perayaan HUT RMS.
  • "Jadi Abner Litamahuputty yang menyerahkan bendera RMS kepada Daniel Malawauw sebelum diserahkan ke Penggerek bendera, sedangkan Jhon Syaranamual hadir sebagai peserta upacara," ujar saksi Remon Tuapattinaya.
  • Saksi juga menerangkan bahwa upacara Perayaan HUT RMS ini dilangsungkan di Dusun wanat dengan maksud untuk menghindar dari pantauan aparat Kepolisian dan TNI.
  • Kedua terdakwa diancam dengan pasal 106 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 110 KUHP tentang Perbuatan Makar. (rbb)

Sembunyi Bendera "Benang Raja" Dua Terdakwa di Sidangkan

  • 21-Jan-2008, Sri Kartini Makatita, Ambon
  • DUA orang pengikut organisasi Front Kedaulatan Maluku (FKM) yang beraviliasi dengan gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) yang ditangkap karena kedapatan menyembunyikan bendera RMS yang lebih dikenal dengan sebutan "Benang Raja", kembali disidangkan dalam persidangan berbeda di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin (21/1).
  • Kedua terdakwa itu yakni Djefta Saija dan Elias Sinay. Keduanya ditangkap di kawasan Jalan Raya Pattimura, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon bertepatan dengan perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 29 Juni 2007.
  • Pada persidangan pertama Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ocen Almahdi, SH,menghadirkan tersangka Djefta Saija alias Jefri dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
  • Dalam pemeriksaan di depan Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Kawisada, SH, terdakwa mengaku segala perbuatan yang dilakukannya berdasarkan tugas yang diberikan saat rapat gelap pada 24 Juni 2007, di Rumah tersangka Johan Teterisa, di Desa Aboru, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tenggah.
  • Sedangkan terdakwa Elias Sinay dihadirkan JPU Albert Hondro, SH juga dengan agenda pemeriksaan saksi. Dalam pemeriksaan ini JPU menghadirkan salah satu anggota Polisi Polda Maluku, Munawar Sahid yang turut melakukan penangkapan terhadapa terdakwa.
  • Saksi Munawar mengaku, tersangka ditangkap karena baju yang dikenakan terdapat tulisan SOS sama seperti yang digunakan tersangka lainnya, dan saat diperiksa di markas Polda Maluku, ditemukan bendera RMS berukuran kecil yang disimpan di celana dalamnya.
  • Namun, keterangan saksi ini justru ditolak oleh terdakwa Elias Sinay, dengan alasanbukan saksi yang melakukan penangkapan terhadap terdakwa, namun, bantahan terdakwa tersebut di tolak saksi dan saksi tetap pada keterangannya. (rbb)

16.1.08

Harga Cengkeh Di Ambon Kembali Turun

  • 16-Jan-2008, Natsir Alamanda, Ambon
  • HARGA cengkeh di Kota Ambon dan sekitarnya yang pada pekan sebelumnya mengalami kenaikkan hingga mencapai Rp56 ribu per kilogramnya, tetapi, pada minggu kembali bergerak turun.
  • Alex, salah satu pembeli hasil bumi itu di kawasan Ruko Batu Merah, kepada Situs Radio Baku Bae, Rabu (16/1), mengatakan, dalam sehari harga cengkeh bisa mengalami beberapa kali perubahan harga.
  • Menurutnya, saat ini ia mampu membeli cengkeh dari masyarakat dengan harga Rp49.000/kilogram, sedangkan para para pembeli hasil bumi lainnya mematok harga beli Rp48.000 per kilogramnya.
  • "Harga cengkeh dalam satu jam bisa saja naik dan kemudian turun kembali dalam kurun waktu satu jam berikutnya," ujar Alex yang mengaku, fluktuasi harga cengkeh yang cepat berubah itu, dikarenakan fluktuasi harga dari sejumlah pabrik di pulau Jawa yang juga berubah-ubah.
  • Sementara itu, beberapa petani cengkeh yang berasal dari Pulau Seram, kepada Situs Radio Baku Bae, mengaku kecewa harga bahan baku utama untuk rokok dan industri farmasi itu kembali turun.
  • Mereka menuturkan, saat mendengar harga cengkeh mengalami lonjakan harga, mereka berbondong-bondong datang ke Ambon untuk menjual cengkehnya yang sudah selesai dipanen sejak Desember 2007 lalu, dikarenakan kekhawatiran harganya akan kembali turun.
  • "Minggu lalu saya menjual semua hasil cengkeh yang dipanen Desember lalu, dengan harga Rp54.000/kg. Lumayan harganya cukup tinggi jadi harus dijual dari pada kemudian harganya berubah dan rendah nilai jualnya," ujar Halidin, salah seorang petani cengkeh yang berasal dari Waisili, Kabupaten Buru.
  • Petani lainnya Acang dariDesa Luhu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), mengaku ia terpaksa memutuskan menjual cengkehnya, kendati para pembeli hasil bumi hanya berani membeli dengan harga Rp45.000/kg. (rbb)

South Moluccas: Questions In Dutch Parliament

  • 2008-01-15
  • The Dutch Foreign Affairs Committee has questioned the Minister of Foreign Affairs on the current Moluccan human rights situation in Indonesia.
  • Answering questions from two Dutch MPs, Martijn Van Dam and Harry Van Bommel, the Minister of Foreign Affairs, Maxime Verhagen, commented on the state of human rights within Indonesia and the role the Netherlands was playing, particularly in the wake of the so-called ‘Flag Incident’ on 29 June 2007.
  • The incident centres on an attempt by Republik Maluku Seletan (RMS) members to unfurl an RMS flag in front of President Susilo Bambang Yudhoyono during an official ceremony marking National Family Day in Ambon. The Indonesian authorities responded to the incident by detaining a number of individuals in conditions that have raised international concerns.
  • Some commentators have speculated that elements within the Indonesian regime knew of the event and sought to exploit it. The official response to the incident, involving the detention of Moluccans and the dismissal of a police chief and military chief could be a reflection of internal power jostling within the Indonesian state and military organs.
  • Nevertheless, Mr Verhagen confirmed that The Netherlands was monitoring events and had raised concerns with Jakarta over the detainees’ condition and allegations of poor treatment. The Dutch embassy in Jakarta had initiated an investigation into the incident but could not confirm any specific instances of mistreatment.
  • The Southern Moluccas have been part of Indonesia since 1949 when the Netherlands ceded sovereignty to the islands. The South Moluccas formed part of a federal Indonesia until concerted moves were made in 1950 to transform Indonesia from a federal state into a unitary state. Since 1951, Molaccans have been occupied by Indonesian armed forces and campaigned for greater self determination. At present there are approximately 50,000 Molaccans in the Netherlands.
  • Note: A transcript of the Foreign Affairs Committee meeting can be accessed via: Ministry of Foreign Affairs

15.1.08

Kabiro Umum Pemprov Maluku Jadi Saksi Terkait Kasus RMS

  • 15-Jan-2008, Jossy Linansera, Ambon
  • JAKSA Penuntut Umum Sammy Sapulette, SH dan Maggie Parera, SH, menghadirkan Kepala Biro (Karo) Umum Pemerintah Provinsi Maluku, Michael Rumadjak, sebagai saksi dalam kasus tarian Cakalele pada puncak perayaan Hari Keluarga Nasional (harganas), 29 Juni 2007.
  • Rumadjak saat itu menjabat sebagai Ketua Bidang Acara, perayaan Harganas. Rumadjak dalam keterangannya di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon, yang diketuai Anthon Wodyopriono, SH, mengakui, setelah melakukan latihan terakhir, dirinya telah memberitahukan kepada seluruh pendukung acara untuk hadir dua jam sebelum acara dimulai pada lokasi peringatan Harganas yang dipusatkan di Lapangan Merdeka Ambon.
  • “Saat kita mengadakan glady resik, saya telah memberitahukan kepada seluruh pendukung acara agar Pada hari H, dua jam menjelang acara seluruh pendukung acara sudah harus berada di lokasi acara,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim.
  • Pada bagian lain keterangannya Rumadjak mengatakan, tarian cakalele, yang dibawakan terdakwa Abraham Saiya dan rekan-rekannya itu, sama sekali tidak termasuk dalam rangkaian acara Harganas dan dirinya juga kaget dengan kehadiran penari Cakalele Ilegal tersebut.
  • “Saya hanya melihat mereka masuk ketika posisi mereka sudah ada di sektor kanan lapangan Merdeka,” katanya.
  • Karo Umum Pemprov Maluku ini juga mengakui, ia sempat melihat rombongan penari cakalele mengeluarkan bendera RMS, saat mereka dihalau keluar lapangan oleh aparat kepolisian dan TNI yang bertugas saat itu, namun, ia tidak dapat melihat terdakwa dengan jelas karena jumlah penarinya cukup banyak. (rbb)

Akibat SMS, Simpatisan RMS Dimeja Hijaukan

  • 15-Jan-2008, Jossy Linansera, Radio Baku Bae - Ambon
  • AKIBAT menerima pesan singkat (SMS) pada telepon genggamnya, Benny Titahena alias Benny, salah seorang simpatisan Front Kedaulatan Maluku Republik Maluku Selatan (FKM/RMS) harus menjadi terdakwa dalam kasus makar.
  • Jaksa Penuntut Umum (JPU), Michael Gazpers, SH, dalam dakwaannya yang dibacakan didalam persidangan, Selasa (15/1) pagi,di Pengadilan Negeri (PN) Ambon mengatakan, terdakwa Benny Titahena alias Benny pada Jumat, 29 Juni 2007, pukul 06.00 WIT, bertempat di desa Wayame, Kecamatan teluk Ambon, tepatnya di rumah terdakwa, telah melakukan permufakatan jahat.
  • Gazpers menambahkan, setelah terdakwa menerima pesan singkat atau SMS dari Agustinus Aponno, terdakwa langsung mempersiapkan diri untuk bergabung dengan rombongan simpatisan RMS lainnya di depan gereja Maranatha, untuk melakukan demo bersama-sama bertepatan dengan peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas), 29 Juni 2007 lalu, yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
  • Namun, ketika terdakwa tiba di sana ternyata kelompok tersebut telah bubar. Terdakwa kemudian menyusul rombongan tersebut dan akhirnya di tangkap di kawasan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
  • “Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam pasal 110 ayat 1 junto pasal 106 KUHP,” ujar JPU seraya menambahkan, terdakwa juga dijerat pasal 164 KUHP junto pasal 106 KUHP, tentang tindakan maker. (rbb)

14.1.08

Sejak 2007, Sudah 33 Terdakwa Kasus Makar FKM RMS Disidang

  • 14-Jan-2008, Iin Makatita, Ambon
  • SEMENJAK oktober 2007 hingga awal tahun 2008 ini, tercatat sedikitnya 33 kasus tindak Pidana Makar Republik Maluku Selatan atau RMS yang telah di sidangkan di Pengadilan Negeri Ambon.
  • Kepada Situs Radio Baku Bae, siang tadi, Ketua Hubungaan Masyarakat atau Humas Pengadilan Negeri Ambon, Amin Syafrudin SH merincikan, di tahun 2007 ada 28 terdakwa RMS yang disidangkan. Sementara di tahun 2008 ada tambahan 5 terdakwa lagi.
  • “Kita belum identifikasi jadi campuran? ini campuran pokoknya perkara RMS,” tandasnya.
  • Menurut Sayarifudin ke 33 terdakwa kasus Makar FKM RMAS ini, adalah mereka yang terlibat membawakan tarian cakalele di depan Presiden RI pada perayaan Hari Gerakan Keluarga Nasional (Harganas) maupun tertangkap membawa bendera RMS dan peserta Upacara Hari Ulang Tahun RMS.(rbb)

PN Ambon Kembali Sidang Pembawa Bendera RMS

  • 14-Jan-2008, Iin Makatita, Ambon
  • PENGADILAN Negeri Ambon siang tadi kembali menyidangkan dua orang terdakwa simpatisan Front Kedaulatan Maluku (FKM) Republik Maluku Selatan (RMS).
  • Elias Sinay dan Yefta Saija, yang tertangkap tangan menyembunyikan bendera RMS atau dikenal juga dengan sebutan Benang Raja, di dalam celana jeans mereka, pada saat perayaan Hari Gerakan Keluarga Nasional 29 Juni 2007 lalu.
  • Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Albert Hondo SH dan Ocen Almahdi SH, menghadirkan dua orang saksi anggota polisi, yang berhasil melakukan penangkapan terhadap kedua terdakwa diantaranya Rieky Pesiwarissa dan Imanuel Lekatompesy.
  • Kedua saksi menerangkan, sebelumnya mereka mendapat instruksi untuk melakukan penangkapan terhadap siapa saja yang dicurigai, terutama bagi masyarakat yang mengenakan baju bertuliskan S.O.S. Karena berdasarkan informasi mereka adalah simpatisan RMS yang membawa bendera RMS.
  • Kedua terdakwa berhasil diringkus saat berjalan di depan Kantor Telekomunikasi Provinsi Maluku, yang berlokasi di jalan Raya Pattimura Kota Ambon. Para terdakwa pun membenarkan keterangan kedua saksi ini.(rbb)

Simpatisan dan Pembawa acara pada HUT RMS Didakwa JPU

  • 14-Jan-2008, Iin Makatita, Ambon
  • DUA orang terdakwa simpatisan Front Kedaulatan Maluku (FKM) dan Republik Maluku Selatan (RMS) siang tadi dihadirkan pada persidangan di Pengadilan Negeri Ambon, untuk mendengarkan pembacaan dakwaan yang di sampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
  • Kedua terdakwa tersebut antara lain Samuel Hendriks dan Petrus Rahayaan alias Etock. Samuel Hendriks didakwa JPU Men Saliyaman SH, karena membawakan tarian liar di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat perayaan Hari Gerakan Keluarga Nasional (Harganas) pada 29 Juni 2007.
  • Bersama sama dengan simpatisan FKM RMS lainya telah bersama-sama melakukan permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan makar,” ujar Saliyaman.
  • Sementara Petrus Rahayaan alias Etock, yang saat itu bertugas sebagai pegawai Tata Usaha Sekolah Menengah Atas atau SMA Negeri 1 Ambon ini, didakwa JPU Chirsman Sahetapy SH, karena terlibat dalam upacara dan bertindak selaku pembawa acara saat melakukan upacara Hari Ulang Tahun RMS, pada 25 april 2006, di hutan Wanat Gunung Nona Ambon.
  • “Terdakwa PETRUS Rahayaan Alias Etock bersama-sama dengan lain Alexsander Tanate alias aleka,zakaria Elkel (DPO) ,Remon Tuapatinaya,Piter Latumahine (dpo) dan anggota FKM RMS lainya kurang lebih sebanyak 20 orang mengikuti upacara pengibaran bendera FKM RMS untuk memperingati HUT RMS,” papar Chrisman.
  • Kedua terdakwa ini dituduh melakukan perbuatan makar dan diancam pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 106 Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 110 KUHP.(rbb)

10.1.08

Re: Jaksa Penuntut Umum Salah Hadirkan Terdakwa FKM

  • Ini namanya hakim dan hukum yang diberlakukan di dalam Territorial Integritas Negara republik Maluku Sealatan, benar benar adalah hukum kepalsuan dan ilegal. Percaya ataukah tidak, tapi itu kenyataan. Dari BPPKRMS. Hakimnya palsu berikut hukumnyapun palsu.
  • JAKSA Penuntut Umum (JPU) Ocen Almahdi dan Ali Patty pada persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (9/1) siang, salah menghadirkan terdakwa kasus makar yang dilakukan oleh simpatisan Front Kedaulatan Maluku/ Republik Maluku Selatan (FKM-RMS).
  • Mena muria, FKM RMS sedunia menaruh perhatian yang sangat terhadap peristiwa yang menimpa basudara di tanah air. Kenapa peristiwa ini selalu di jadikan lahan politik bagi negara ilegal terhadap masyarakat yang legal di daerahnya sendiri? Makanya, semuanya serba salah dan keliru.
  • Ironisnya, kesalahan tersebut baru diketahui di penghujung persidangan saat Hakim Tunggal Sigio Mulyoto, SH menanyakan kebenaran kesaksian yang disampaikan anggota Kepolisian Daerah Maluku, Abraham Sopaheluwakan yang melakukan penangkapan terhadap peserta tarian cakalele, di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas), di Ambon, 29 Juni 2007 lalu, kepada terdakwa Piter Saija alias Pice yang dihadirkan pada persidangan tersebut. Hei Abraham, Ale ini anak Maluku anak alifuru, sebenarnya ale harus melindungi bukan ale menekan basudara basudara alifuru yang lain. Tapi satu kali kelak ale akan menyesal dan malu karena kita semua mempunyai harga diri (dignity) sebagai suatu bangsa yang beradap dan sangat legal dibandingkan orang yang kamu lindungi. Seharusnya harus di "DOR" sudah masuk di rumah orang mau menguasai lagi! Siapa kamu? Sebenarnya Yudoyono yang harus menghormati tarian Cakalele dan pengibaran bendera RMS. Malah ini terjadinya terbalik. OK lah ada waktunya untuk kita bangsa Maluku diwaktu yang akan datang.
  • Saat ditanya Hakim, terdakwa membantah semua kesaksian Abraham yang ditujukan kepada dirinya. Terdakwa menerangkan bahwa yang dimaksudkan oleh saksi bukanlah dirinya melainkan Piter Saiya Alias Pice yang berasal dari dusun Naila, Desa Aboru, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah yang berhasil ditangkap karena membawa bendera RMS saat menari cakalele didepan Presiden. Coba lihat, kita membawa bendera kita sendiri malah di larang, dinegara kita lagi! Dia siapa? Memang dasar orang tidak tahu diri, buta hati buta huruf. Apa pengibaran bendera bisa membunuh orang lain?
  • Sementara terdakwa Piter Saija Alis Piter yang dihadirkan Jaksa juga merupakan simpatisan FKM RMS dalam kasus yang sama, namun, dirinya berasal dari Dusun Aboru Desa Aboru. Hai Piter Saija, Namamu terukir dengan indah dan harum di setiap hati bangsa Maluku di seluruh dunia dan khususnya di Maluku sendiri. Semuanya ini Tuhan saja yang mengetahui perjuangan dan komitmen terhadap bangsamu sendiria Maluku tercinta. Lawa mena Hau lala.
  • "Kamu benar Piter Saija kan. Menrutut saya bukan Piter Saija yang dihadirkan ini tetapi Pieter lainnya yang warna kulitnya gaak terang. Pieter Saija ada dua orang. Bukan Pieter Saija ini yang saya tangkap tetapi satunya lagi," ujar saksi Abraham Sopaheluwakan.
  • Kekeliruan ini disebabkan karena ada dua terdakwa dalam perkara yang sama yang memiliki nama dan marga yang sama. Akibat kekeliruan ini hakim menunda persidangan hingga 14 Januari mendatang dan menghadirkan terdakwa yang sesungguhnya. (rbb) Para pejuang RMS di tanah air, inilah awal dari semua perjuangan yang mana kita masih bebenah, menata kembali kesalahan, kelemahan dimasa lalu. Pasti menjadi cemerlang di masa yang akan datang.
  • Mena muria, Honey Bee
  • Tabaos Nusa Ina

9.1.08

Jaksa Penuntut Umum Salah Hadirkan Terdakwa FKM RMS

  • 09-Jan-2008, Sri Kartini Makatita, Ambon
  • JAKSA Penuntut Umum (JPU) Ocen Almahdi dan Ali Patty pada persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (9/1) siang, salah menghadirkan terdakwa kasus makar yang dilakukan oleh simpatisan Front Kedaulatan Maluku/ Republik Maluku Selatan (FKM-RMS).
  • Ironisnya, kesalahan tersebut baru diketahui di penghujung persidangan saat Hakim Tunggal Sigio Mulyoto, SH menanyakan kebenaran kesaksian yang disampaikan anggota Kepolisian Daerah Maluku, Abraham Sopaheluwakan yang melakukan penangkapan terhadap peserta tarian cakalele, di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas), di Ambon, 29 Juni 2007 lalu, kepada terdakwa Piter Saija alias Pice yang dihadirkan pada persidangan tersebut.
  • Saat ditanya Hakim, terdakwa membantah semua kesaksian Abraham yang ditujukan kepada dirinya. Terdakwa menerangkan bahwa yang dimaksudkan oleh saksi bukanlah dirinya melainkan Piter Saiya Alias Pice yang berasal dari dusun Naila, Desa Aboru, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah yang berhasil ditangkap karena membawa bendera RMS saat menari cakalele didepan Presiden.
  • Sementara terdakwa Piter Saija Alis Piter yang dihadirkan Jaksa juga merupakan simpatisan FKM RMS dalam kasus yang sama, namun, dirinya berasal dari Dusun Aboru Desa Aboru.
  • "Kamu benar Piter Saija kan. Menrutut saya bukan Piter Saija yang dihadirkan ini tetapi Pieter lainnya yang warna kulitnya gaak terang. Pieter Saija ada dua orang. Bukan Pieter Saija ini yang saya tangkap tetapi satunya lagi," ujar saksi Abraham Sopaheluwakan.
  • Kekeliruan ini disebabkan karena ada dua terdakwa dalam perkara yang sama yang memiliki nama dan marga yang sama. Akibat kekeliruan ini hakim menunda persidangan hingga 14 Januari mendatang dan menghadirkan terdakwa yang sesungguhnya. (rbb)

5.1.08

Walikota Ambon: Perangi Separatisme, atasi Dulu Kemiskinan

  • 04-Jan-2008, Dian Pesiwarissa, Ambon
  • UNTUK memerangi gerakan-gerakan separatis, yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk gerakan Front Kedaulatan Maluku (FKM) Republik Maluku Selatan (RMS), pemerintah harus dapat mengatasi berbagai kesenjangan pembangunan dan kemiskinan yang masih terjadi di daerah- daerah.
  • Pernyataan tersebut disampaikan Walikota Ambon M.J. Papilaya, siang tadi di Ambon, terkait isu FKM/RMS, yang kembali mengemuka di Ambon, pasca tarian cakalele oleh para simpatisan FKM/RMS pada puncak perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang berlangsung di Lapangan Merdeka Ambon, pertengahan tahun lalu.
  • Lebih jauh Papilaja katakan, gerakan-gerakan tersebut muncul karena ada rasa ketidakadilan di masyarakat. Sehingga tidak hanya dibutuhkan peningkatan pemahaman wawasan kebangsaan dan upaya represif dari pemerintah, namun juga dibutuhkan tindakan preventif dengan intervensi program, yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Entah itu di bidang kesehatan, pendidikan, pengangguran maupun kemiskinan.
  • “Instrumen itu kalau jalan di kantong-kantong kemiskinan yang ada di Maluku, maka masyarakat akan punya ketahanan ekonomi maupun sosial. Dengan begitu, jika datang isu yang memprovokasi masyarakat untuk melakukan kegiatan separatis maupun terorisme, orang tidak akan tergoda. Tapi sepanjang belum dilakukan, maka bahaya laten itu akan tetap ada,” paparnya.
  • Papilaja juga mengatakan, dengan diterbitkannya Peraturan Presiden RI Nomor 77 tahun 2007 tentang larangan penggunaan bendera, lagu maupun atribut yang berkaitan dengan RMS, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) maupun Organisasi Papua Merdeka (OPM), diharapkan bisa menjadi instrumen yang efektif bagi aparat penegak hukum untuk menindak para pelaku separatis tersebut.(rbb)

Harga Cengkih di Ambon Melambung

  • 05-Jan-2008, Natsir Alamanda, Ambon
  • SAAT ini di Ambon, harga komoditi cengkih mengalami kenaikan yang cukup berarti. Beberapa pedagang besar cengkih mengatakan, kenaikan ini terus terjadi beberapa kali belakangan ini. Sampai Sabtu tadi, harga cengkih telah mencapai Rp.51.000 per kilo gramnya.
  • Ratna Sari Dewi Khoe, salah satu pedagang besar cengkeh di Pasar Lama Ambon mengatakan, kenaikan tersebut dipicu oleh permintaan ekspor yang semakin meningkat. Namun ia juga menduga, hal tersebut mungkin lantaran musibah banjir yang menggenangi Pulau Jawa dua bulan belakangan ini.
  • “Di sana, di Surabaya kan banjir. Mungkin juga permintaan di luar (ekspor) lebih besar. Buktinya pabrik gudang garam belum buka pintu untuk permintaan cengkeh. Jadi mungkin untuk ekspor ke Singapura, sebab di India saja katong di sini waktu itu minta dengan Rp.30.000, di sana (India) Rp.60.000 perkilo gram,” ungkapnya.
  • Dengan adanya harga yang cukup baik bagi petani ini, lanjut Ratna, beberapa petani cengkeh dari Maluku Utara yang selama ini lebih banyak menjual hasil panennya di Manado, Sulawesi Utara, mulai membawa cengkehnya ke Ambon untuk dijual di sini.
  • Sidik Isami dari Desa Mana Tahan, Kabupaten Obi, Provinsi Maluku Utara mengatakan, dia memilih menjual cengkehnya yang sebanyak 37 ton itu, dengan harapan hasil bersih dari penjualan cengkehnya akan lebih baik dibanding di Manado.
  • “Di Manado itu ada pemotongan kadar air dan pemotongan ekspedisi. Makanya kami masyarakat Obi mau datang uji coba di Ambon, karena di Ambon tidak ada pemotongan ekspedisi, pemotongan kadar air dan kadar kotor. Makanya kami mau datang ke sini, “ terangnya.(rbb)